"Tanda bahaya mentalitas miskin no 2: "Aku benci orang kaya!"


Seperti disebutkan di atas, karena pikiran kita sering berkutat tentang ketiadaan uang yang kita alami, maka kita jadi sering membandingkan diri sendiri dengan orang kaya.
Ya, siapa yang tidak menginginkan menjadi kaya seperti mereka, bisa menjadi dan membeli apapun yang mereka mau.
Tetapi sering kali ketika kita melihat orang yang lebih kaya dari kita tersebut, kita tidak menggunakan kesempatan ini untuk menginspirasi diri, bahwa kalau ada orang yang bisa kaya, kita juga bisa.


The real problem is not why some pious, humble, believing people suffer, but why some do not.
Masalah yang sebenarnya bukanlah kenapa ada orang yang baik, tulus, rendah hati dan beriman yang miskin dan menderita.
Pertanyaan pentingnya adalah kenapa ada orang yang berkarakteristik sama yang tidak miskin atau menderita.
Ini yang seharusnya kita cari tahu, untuk kita tiru.
(Maksudnya, kalau memang disuruh memilih antara jadi orang kaya atau jadi orang baik, saya akan pilih jadi orang baik.
Tetapi kalau bisa kedua-duanya, jadi orang kaya yang baik, atau jadi orang baik yang kaya, bukankah itu jauh lebih baik?)
C. S. Lewis

Tetapi biasanya kita justru lebih terfokus pada rasa iri kita akan hal-hal yang dimiliki orang kaya yang tidak kita miliki.

Dan ini sama sekali tidak membantu, sebaliknya ini adalah tanda bahaya bahwa kemiskinan kita tidak hanya di lahirnya saja tetapi juga sudah berurat akar pada mentalitas kita. Yang mana hal ini membuat keluar dari kungkungan kemiskinan menjadi lebih sulit karena kita ibaratnya terikat oleh dua tali yang sangat kuat (doble tali pengikatnya, miskin lahir dan miskin mentalitas).
Kenapa rasa iri berbahaya, karena keirian dan kecemburuan ini kemudian bisa mengarah menjadi kebencian.
Tidak lama kemudian Anda akan mulai berpikir atau bahkan mengatakannya dengan terang-terangan bahwa, "Anda benci orang kaya".
Apakah Anda ada merasakan sedikit saja perasaan negatif terhadap orang kaya?
Saya dulu pernah benci orang kaya. Saya benci mereka karena mereka punya semua yang saya inginkan tapi tidak saya punyai - rumah bagus, mobil mewah, baju-baju mahal, kehidupan yang mudah dan menyenangkan.
Dulu saya pernah punya usaha. Dan setiap kali ada konsumen yang datang yang bermobil, saya langsung berpikir, "Nah orang kaya, nih, aku mahalin aja harganya. Mereka toh sudah punya segalanya, uang gak masalah untuk mereka, tidak bakalan mereka rugi walau harga aku bedakan. Mereka toh juga suka membuang-buang uang untuk beli barang mahal."
Dan sebagainya, yang intinya saya sungguh tidak suka sama orang kaya karena dilandasi oleh keirian dan kecemburuan saya pada mereka. Sehingga saya merasa perlu untuk "menegakkan keadilan" dengan membuat orang kaya juga ikut sedikit "menderita" sama seperti saya.
Saya juga sering punya prasangka buruk sekali tentang orang kaya, macam-macam prasangka buruk tersebut. Seperti:

  • Orang kaya itu menjadi kaya karena mereka pelit.
  • Orang kaya pasti sombong.
  • Orang kaya itu boros. Boros temannya setan.
  • Orang kaya terbiasa nepotisme dan kolusi. Mereka membuat keputusan yang saling menguntungkan sesama mereka saja.
  • Orang kaya egois dan tidak memahami kondisi mereka yang tidak punya.
  • Orang kaya tega menyuap siapa saja untuk memuluskan semua jalannya.
  • Dsb.

Dan saya juga akan senang sekali kalau mendapat pembuktian bahwa ada orang kaya yang memang bobrok mentalnya.
Saya juga akan senang sekali kalau ada dalil/ajaran yang mengatakan bahwa:

  • Orang kaya banyak sekali cobaannya untuk bisa masuk surga.
  • Bahwa cobaan hidup itu tidak hanya berbentuk kemiskinan tetapi juga kekayaan. Mereka yang kaya itu sebenarnya sedang diuji oleh Tuhan.
  • Bahwa kekayaan tidak bisa membeli kebahagiaan.
  • Bahwa banyak orang kaya yang hidupnya merana.
  • Bahwa kaya di dunia tidak berarti selamat di akherat dsb.
  • Dsb.

Nah, di sinilah problem yang sebenarnya muncul, karena walau saya merasa tidak suka pada orang kaya, dan merasa bahwa kekayaan banyak nilai negatifnya, Anda tahu apa yang saya lakukan?
Ya, saya berusaha dengan sekeras mungkin untuk juga menjadi kaya sama seperti mereka.
Saya berjuang mati-matian untuk mencari kekayaan.


Kondisi inilah yang kemudian menjadi penyebab konflik internal berkepanjangan yang berlangsung di bawah sadar saya tanpa saya sadari, tetapi yang menjadi penyebab mendasar saya tidak pernah berhasil mendapatkan apa yang saya cari tersebut.
Pikiran, perasaan dan tindakan saya tidak sinkron, sehingga saling menyabotase.
Sama seperti Pak Amir dengan Rumah Makan Padang dan Law of Attractionnya.
Sama seperti orang yang bilang mau sehat tetapi tidak menjalankan hidup sehat.
Sama seperti mereka yang bilang mau pintar tetapi malas belajar.
Sama seperti mereka yang ingin naik gaji tetapi tidak menunjukkan prestasi.
Karena konflik internal ini, sering sekali terjadi ketika saya pikir saya sudah dekat dengan yang saya impikan, impian tersebut buyar berantakan, karena di dalam program pikiran saya, tanpa saya ketahui diam-diam bercokol virus mentalitas miskin, yang selalu merusak semua data tentang kekayaan yang sedang saya olah.
Saya pikir "komputer" saya terprogram untuk sukses, tetapi ternyata tidak, atau paling tidak programnya telah terkorupsi (corrupted) by the poverty mentality virus.

Source : http://www.suksestotal.com 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Virginia Madsen"

"Great Teacher Onizuka 2012"

"Tanya-Jawab Mengenai Radang Usus Buntu (Apendisitis)"