Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2009

Aku Ingin Seperti Ayah

Suatu hari suami saya rapat dengan beberapa rekan bisnisnya yang kebetulan mereka sudah mendekati usia 60 tahun dan dikaruniai beberapa orang cucu. Di sela-sela pembicaraan serius tentang bisnis, para kakek yang masih aktif itu sempat juga berbagi pengalaman tentang kehidupan keluarga di masa senja usia. Suami saya yang kebetulan paling muda dan masih mempunyai anak balita, mendapatkan pelajaran yang sangat berharga, dan untuk itu saya merasa berterima kasih kepada rekan-rekan bisnisnya tersebut. Mengapa? Inilah kira-kira kisah mereka. Salah satu dari mereka kebetulan akan ke Bali untuk urusan bisnis, dan minta tolong diatur tiket kepulangannya melalui Surabaya karena akan singgah kerumah anaknya yang bekerja di sana . Di situlah awal pembicaraan "menyimpang" dimulai. Ia mengeluh, " Susah anak saya ini, masak sih untuk bertemu bapaknya saja sulitnya bukan main." "Kalau saya telepon dulu, pasti nanti dia akan berkata jangan datang sekarang karena masih

Kapan Nih Mulainya?

Mungkin ada sesuatu yang selalu anda inginkan atau kerjakan? Sebuah hasrat untuk mengerjakan sesuatu yang anda cita-citakan. Kapan mulainya? Mengapa anda tidak coba mengerjakannya hari ini? Hari ini adalah waktu yang paling sempurna untuk memulainya. Dari semua hari yang tersisa di sepanjang hidup anda, tidak ada waktu yang lebih tepat daripada hari ini. Mau mulai kalau persiapannya sudah sempurna? Waa… bakalan nggak mulai-mulai deh. Mulai saja dari apapun yang anda anggap tidak sempurna. Perbaiki satu demi satu sepanjang jalan dan apa yang anda inginkan akan terwujud. Sebuah masterpiece atau karya besar tidak tercipta dengan sekali jalan. Memulai sesuatu itu sangat mudah. Semuanya ada di dalam jangkauan anda, termasuk hari ini. Jadi tunggu apalagi? Yang paling penting adalah mulai sekarang juga karena andalah pemilik hari ini. Sumber : Anonymous

Beranilah Bermimpi

Pada acara malam Silaturahmi di kantor kami, ada salah satu mantan pekerja yang memberi kata sambutan mewakili pekerja yang sudah memasuki masa pensiun, dengan tegasnya beliau mengatakan bahwa :"Uang pensiun yang diterima tak lebih 20% dari upah yang dulu pernah diterima pada saat bekerja, jadi kita pada saat pensiun janganlah berpikir bisa keliling dunia, tapi berpikirlah cukup bisa memenuhi biaya hidup sehari-hari aja " Serangkaian Kata yang mengingatkan kami bahwa suatu saat nanti pendapatan kami akan merosot tajam, kata-kata yang membuat kami merenungi kembali pengeluaran apa saja yang telah dilakukan dan pos-pos mana saja yang bisa dihemat. Kata-kata tersebut bagi sebagian besar dari kami bisa membuat kami patah semangat… apa iya kita tidak bisa berekreasi? Apa iya kita nantinya hanya memikirkan makan aja sudah cukup? Bagi sebagian kami yang lain pertanyaan itu yang mengelitik dan akhirnya menetapkan dalam hati bahwa kami masih bisa berpikir dan berbuat lebih dari it

Nasi Sudah Menjadi Bubur

Gambar
Saat keterlanjuran sudah berlalu, kita sering mengatakan “Nasi sudah menjadi bubur”. Betulkah ungkapan ini? Atau sekedar mencari pembenaran untuk tidak memperbaiki yang sudah ada? Insya Allah setelah membaca cerita berikut, kita akan memiliki pandangan berbeda terhadap suatu keterlanjuran. Seorang mahasiswa kuliahnya tidak serius. Kadang masuk kuliah kadang tidak, tugas terbengkalai, SKS yang harus dikejar masih banyak, dan jarang sekali belajar. Begitu ditanya ternyata dia merasa terjebak masuk ke jurusan yang dipilihnya karena dia hanya ikut-ikutan saja. Teman-temannya masuk jurusan tersebut, dia pun ikut. “Mengapa kamu tidak pindah saja?” tanya temannya, Budi. “Ah, biarlah, nasi sudah menjadi bubur” jawabnya, tidak peduli. “Apakah kamu akan tetap seperti ini?” “Mau gimana lagi, saya bilang nasi sudah jadi bubur, tidak bisa diperbaiki lagi.” jawabnya berargumen. “Kalau kamu pindah kejurusan yang kamu sukai, kan kamu akan lebih enjoy.” kata temannya. “Saya ini sudah tua,

Pohon Yang Kehilangan Rohnya

Gambar
Cerita tentang salah satu kebiasaan yang ditemui pada penduduk yang tinggal di sekitar kepulauan Solomon, yang letaknya di Pasifik Selatan. Nah, penduduk primitif yang tinggal di sana punya sebuah kebiasaan yang menarik yakni meneriaki pohon. Untuk apa? Kebiasaan ini ternyata mereka lakukan apabila terdapat pohon dengan akar-akar yang sangat kuat dan sulit untuk dipotong dengan kapak. Inilah yang mereka lalukan, dengan tujuan supaya pohon itu mati. Caranya adalah, beberapa penduduk yang lebih kuat dan berani akan memanjat hingga ke atas pohon itu. Lalu, ketika sampai di atas pohon itu bersama dengan penduduk yang ada di bawah pohon, mereka akan berteriak sekuat-kuatnya kepada pohon itu. Mereka lakukan teriakan berjam-jam, selama kurang lebih empat puluh hari. Dan apa yang terjadi sungguh menakjubkan. Pohon yang diteriaki itu perlahan-lahan daunnya akan mulai mengering. Setelah itu dahan-dahannya juga mulai akan rontok dan perlahan-lahan pohon itu akan mati dan dengan demikian, muda

Belajar Dari Ikan Dan Kail

Gambar
Suatu saat Noerhedi dan anaknya pergi memancing di sebuah kolam pancing. Saat tiba di lokasi kolam pancing dia dibimbing oleh seorang pemandu. Berikut ini percakapan antara Noerhedi dan sang pemandu : Pemandu : "Bapak ingin memancing di kolam yang tipe apa?" Noerhedi : "Lho memangnya di sini ada kolam tipe apa aja?" Pemandu : " Di sini ada banyak kolam, ada kolam yang ikannya besar-besar tapi ikannya jarang biasanya ini untuk tingkat yang sudah mahir, ada juga yang tingkat kesulitannya sedang, tapi kita punya satu kolam istimewa, di kolam tersebut jika bapak melemparkan kail, lalu langsung di tarik dan pasti dapat ikan" Noerhedi : "Wahh mana ada kolam seperti itu?? saya tidak percaya tapi ya boleh lah saya mau coba kolam istimewa itu!" Pemandu : "Ok tapi kolam ini ada syaratnya yaitu setiap ikan yang terpancing dari kolam ini tidak boleh di bawa pulang, melainkan harus dilepas kembali ke kolam tersebut! " Noerhedi : &q

Jujur Itu Langgeng

"Kejujuran adalah mata uang yang berlaku dimana-mana." -- Anonim HAMDAN adalah sebuah anomali. Dia pergi ke kantor hanya dengan mengendarai sepeda motor yang sudah butut. Helmnya pun bau apak. Jaketnya kumal. Padahal Hamdan merupakan orang penting di sebuah perusahaan. Dialah yang menjadi pengatur keluar masuknya barang yang menjadi komoditas perusahaannya. Hamdan berkali-kali mengatakan dirinya hanya berusaha keras menjalankan pekerjaan dengan baik. Sehari-hari dia mencatat dengan penuh ketelitian, agar jangan sampai satu barang pun lenyap ataupun nyelonong ke tempat lain. Ketelitian menjadi panglima. Kejujuran menjadi napas dalam hidupnya. Berkali-kali dia berperang dengan sikapnya itu. Tatkala keluarganya membutuhkan uang berlebih untuk sebuah keperluan, dia hanya mengandalkan tabungannya yang tak seberapa. Begitu selalu. Hamdan pun dicap sebagai orang aneh. Hingga pada suatu saat ketika Hamdan telah pensiun, mantan koleganya menghubunginya meminta bertemu. Ternyat

Jangan Melihat Ke Belakang

Niccolo Paganini, seorang pemain biola yang terkenal di abad 19, memainkan konser untuk para pemujanya yang memenuhi ruangan. Dia bermain biola dengan diiringi orkestra penuh. Tiba-tiba salah satu senar biolanya putus. Keringat dingin mulai membasahi dahinya tapi dia meneruskan memainkan lagunya. Kejadian yang sangat mengejutkan senar biolanya yang lain pun putus satu persatu hanya meninggalkan satu senar, tetapi dia tetap main. Ketika para penonton melihat dia hanya memiliki satu senar dan tetap bermain, mereka berdiri dan berteriak,"Hebat, hebat." Setelah tepuk tangan riuh memujanya, Paganini menyuruh mereka untuk duduk. Mereka menyadari tidak mungkin dia dapat bermain dengan satu senar. Paganini memberi hormat pada para penonton dan memberi isyarat pada dirigen orkestra untuk meneruskan bagian akhir dari lagunya itu. Dengan mata berbinar dia berteriak, "Peganini dengan satu senar" Dia menaruh biolanya di dagunya dan memulai memainkan bagian akhir dari lagun