"Belajar Takut Dari Papa? Atau Belajar Sukses"


Saya mempunyai seorang murid laki-laki, berusia 11 tahun, sebut saja Arno. Ia pendiam dan selalu berpikiran bahwa apapun yang dilakukannya, orang akan menilai perilakunya itu negatif. Jadi, ia memilih cara aman, yaitu dengan berdiam diri, padahal dari jawaban-jawaban materi tertulis, tampak jelas bahwa ia adalah anak yang cerdas, bahkan sangat cerdas.




 
Suatu hari, pada saat beraktivitas melompat, ia segan melompat. Pelatih memberinya motivasi agar ia melompat, ia hanya melakukan lompatan yang seadanya. 


  Sementara terus dimotivasi, tiba-tiba air matanya mengalir. Ia menangis. Tidak terdengar suara tangisannya, namun air matanya saja yang mengalir. Melihat hal tersebut, pelatih memintanya duduk, menenangkan diri dan meneguk segelas air putih. Sedikit masih terlihat ia agak gemetar..
 
”Saya tahu melompat itu mudah coach, saya bisa melakukannya. Tapi jika saya kecapekan, saya bisa sakit.” Katanya tiba-tiba, sebelum ditanya.
 
”Aktivitas melompat itu, hanya sebentar saja, apakah menurutmu itu akan membuatmu sakit?” Tanya pelatih lembut.
 
”Mungkin tidak, coach. Tapi itu memalukan buat saya?” Jawabnya lagi.
 
”Sebenarnya, Arno takut sakit atau Arno merasa malu?” Tanya pelatih mencoba mengurai benang kusut.
 
”Arno tidak mau menyusahkan papa.” Katanya...
 
”Setiap hari, papa bilang, kami sekeluarga harus jaga kesehatan. Kalau sampai sakit, biaya berobat itu mahal, tabungan papa bisa ludes.. Nanti kalau papa tidak punya tabungan lagi, kami akan jatuh miskin, sama seperti papaku dulu miskin, hidup susah dan dihina orang. Kalau kami jatuh miskin, itu akan sangat memalukan keluarga. Jadi, sebaiknya, kami jangan macam-macam.” Jelasnya.. Penjelasan yang sangat jelas untuk seorang anak 11 tahun yang menjadikannya sangat berhati-hati di dalam bertindak.


 
Sang ayah memang telah berjuang agar keluarganya hidup berkecukupan, namun ia berjuang dengan kemarahan akan kemiskinan sehingga emosi kemarahan itu pun ada di dalam hati anggota keluarganya yang telah menjadi orang-orang yang sangat berhati-hati dan terlalu waspada terhadap hidup ini.
 
”Arno, papa-mu punya alasan berpikir demikian. Yang bisa dicontoh dari papa-mu yaitu papa-mu berusaha dan berjuang. Coach lihat Arno adalah anak yang sangat cerdas, tapi jika terlalu banyak berdiam diri, maka kecerdasanmu tidak ada gunanya. Seperti papa, Arno juga harus berusaha dan berjuang.” ”Lantas, kalau aku sakit, bagaimana, coach?” Tanyanya.


”Arno akan lebih sering sakit jika berdiam diri dan selalu merasa cemas daripada sakit karena beraktivitas yang positif. Nah! Berdiam diri dapat membuatmu sangat miskin kan?” Jawab pelatih. Tidak sulit meyakinkan anak cerdas itu, beberapa waktu kemudian, ia terlihat lebih gembira menjalani hidupnya dan mulai mendapat teman.. Dan, tingkat kehadirannya pun sempurna, tidak bolong-bolong seperti sebelumnya. Itu berarti, benarlah... Ia hidup lebih sehat karena beraktivitas positif.
 
- Yacinta Senduk -
Principal of Yemayo-AEC
 
BELAJAR SUKSES!
 
Dari uraian diatas dapat kita simpulkan janganlah kita berdiam diri karena berdiam diri itu lebih bersifat negatif dan menyakitkan daripada kita bertindak untuk melakukan sesuatu demi kemajuan kita. Tentunya hasil yang akan diperoleh sangatlah berbeda, tergantung pilihan anda. Dan apabila kita memilih bertindak maka tindakan itu harus positif dengan resiko yang sekecil-kecilnya.
 
Salam sukses

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Virginia Madsen"

"Great Teacher Onizuka 2012"

"Tanya-Jawab Mengenai Radang Usus Buntu (Apendisitis)"