"Hobi Bertanya Lokasi Toilet, Anda Mungkin Menderita “Overactive Bladder"
Oleh: dr Ronald C Tanggo
Anda punya ‘hobi’ bertanya tentang lokasi toilet? Hati-hati, mungkin Anda menderita Overactive Bladder.
Marina, seorang ibu rumah tangga berusia 36 tahun, memiliki hobi unik. Setiap kali sedang berjalan-jalan di mal atau tempat yang baru pertama kali dikunjungi, hal pertama yang ia lakukan adalah bertanya tentang lokasi toilet kepada satpam setempat. Setelah itu ia akan tergesa-gesa menuju toilet, sembari mengingat-ingat arahnya jika nanti ia harus ‘berkunjung’ ke toilet lagi. Maklum, dorongan untuk berkemih pada Marina bisa muncul setiap 15 menit. Tak heran bila aktivitas Marina sehari-hari kerap terganggu akibat terlalu sering bolak-balik ke toilet.
Apakah Anda punya teman atau kerabat yang mempunyai kebiasaan seperti itu? Atau mungkin Anda sendiri? Waspadai gejala yang dikenal dengan istilah overactive bladder (berkemih berlebihan) ini.
Saluran yang ‘bocor’
Overactive bladder (OAB) merupakan suatu kondisi penyakit di mana kandung kemih beraktivitas secara berlebihan. OAB terjadi karena kerusakan dari persarafan pada otot kandung kemih atau pada otot-otot panggul yang membantu proses berkemih. Para ahli yang tergabung dalam International Continence Society (ICS) menjabarkan OAB sebagai kumpulan gejala atau sindroma yang terdiri dari perasaan ingin berkemih yang sulit ditahan, seringkali disertai berkemih lebih sering pada siang dan malam hari, serta kadang-kadang disertai dengan mengompol.
Dalam kurun dua tahun terakhir, penderita OAB terus mengalami peningkatan. Di Amerika Serikat saat ini jumlah penderitanya diperkirakan sekitar 33 juta orang, sedangkan di Indonesia diperkirakan sekitar 10-15% dari seluruh penduduk Indonesia yang berusia muda sampai manula menderita OAB, dengan kisaran usia 40-50 tahun. Yang termuda ditemukan berusia 20 tahun dan yang tertua 65 tahun. Jumlah penderita wanita lebih banyak dibanding pria. Penyebab pastinya sampai kini belum diketahui dengan pasti. Yang pasti bukan karena proses penuaan – walaupun jumlah penderita berusia lanjut lebih banyak — dan juga bukan karena terlalu banyak minum ataupun kondisi habis melahirkan.
Beberapa faktor yang disinyalir berkontribusi menyebabkan OAB dan gejalanya – walau bukan penyebab pasti – antara lain adalah kerusakan sistem saraf pusat (seperti kerusakan karena stroke, penyakit Parkinson, Multiple Sklerosis, atau kerusakan saraf tulang belakang), hambatan dan kelemahan uretra, kelemahan otot yang menyangga kandung kemih pada tempatnya, kekurangan estrogen (pada wanita), pembesaran prostat, infeksi saluran kemih, kanker kandung kemih atau batu kandung kemih, serta komplikasi histerektomi atau operasi prostat.
Kualitas hidup menurun
Meski tidak berakibat fatal, kondisi OAB mengubah pola hidup penderita secara drastis. Marina adalah contohnya, yang kemudian mencari solusi dengan menerapkan strategi ‘toilet mapping’ alias punya kebiasaan memetakan lokasi toilet untuk mempermudah hidupnya. Pola hidup dan kebiasaan Marina setiap hari diubah berdasarkan ada atau tidak, dekat atau jauhnya toilet. Marina yang dulu mempunyai kebiasaan berlari pagi berkeliling kompleks rumahnya setiap hari, terpaksa menghentikan kebiasaan sehat ini sejak menderita OAB, karena ia merasa kesulitan mencari toilet di tengah aktivitas jogingnya. Beberapa penderita bahkan menarik diri dari pergaulan akibat memiliki kebiasaan ‘mengompol’ yang tak tertahankan. Siapa pula yang nyaman berkumpul bersama teman-teman di saat pakaiannya berbau pesing akibat saluran yang ‘bocor’ tersebut?
Kondisi ini akhirnya membuat penderita OAB memiliki keterbatasan dalam melakukan kegiatan normalnya, sehingga tidak jarang mereka memilih untuk mencoret kegiatan di luar rumah, dan pada akhirnya mempersempit pergaulan akibat kesulitan menahan keinginan buang air kecil setiap beberapa menit. Selain gangguan dari aspek sosial, OAB juga mempengaruhi penderita secara psikologis dan seksual.
Latihan mengatur waktu berkemih
Ada beberapa cara memperbaiki kualitas hidup penderita OAB, antara lain mengurangi konsumsi bahan makanan/minuman yang dapat mengiritasi kandung kemih. Misalnya mengurangi konsumsi minuman yang mengandung kafein, soda, jus, dan buah-buahan yang mengandung asam (seperti jeruk dan tomat), serta mengurangi makanan pedas dan yang mengandung pemanis buatan.
Mengonsumsi air putih sebanyak 1,5 liter per hari justru sangat direkomendasikan dengan frekuensi yang sering di siang hari dan dikurangi saat malam hari. Selain itu, berhenti merokok dan mengurangi berat badan juga dianjurkan bagi penderita obesitas – meski belum diketahui pasti hubungannya, tetapi ada kemungkinan berat badan berlebih akan lebih menekan kandung kemih.
Selanjutnya adalah belajar melatih disiplin tubuh. Aturlah waktu berkemih secara teratur, setiap 2-3 jam sekali, dan tidak menunggu sampai timbul dorongan untuk berkemih. Langkah berikunya adalah melatih kandung kemih (bladder training) dengan menahan kemih lebih lama dari rentang waktu-waktu berkemih sebelumnya. Contoh, bila sebelumnya Anda dapat menahan berkemih selama 2 jam, maka diupayakan rentang waktu berkemih berikutnya menjadi 2 jam 15 menit, dan seterusnya hingga mencapai waktu berkemih normal, yaitu setiap 4-5 jam sekali.
Senam kegel atau senam otot dasar panggul juga dapat dilakukan untuk menguatkan otot-otot yang membantu proses berkemih. Jika semua usaha di atas belum membantu masalah Anda, segera kunjungi dokter untuk mendapatkan pengobatan secara medis, yang ditujukan untuk memperbaiki kerja otot kandung kemih.
—————————————-
Artikel pernah dimuat di Majalah Pesona edisi bulan Maret 2013.
Komentar