AIM HIGH
"Bercita-citalah setinggi langit." ~ Pepatah Bijak
Kalimat ini sangat populer di telinga saya sejak masih SD. Dari dulu sebenarnya anak-anak sudah diajarkan secara tidak langsung untuk bermimpi besar, bercita-cita yang tinggi.
Tapi seiring berjalan waktu, dan semakin dewasa seseorang justru yang terjadi malah sebaliknya. Banyak orang justru tidak berani lagi bercita-cita setinggi langit saat ini, apalagi melihat situasi dan kondisi yang ada di lingkungannya, melihat keterbatasan dirinya, dan kekurangan lainnya yang dianggap sudah sangat tidak memungkinkan lagi untuk mempunyai tujuan yang besar.
Mengapa Anda menjadi khawatir menetapkan tujuan yang besar?
Apa yang membuat Anda takut untuk menetapkan target yang tinggi?
Ada yang mengatakan, "Untuk apa punya tujuan besar, nanti kalau tidak tercapai bisa stres. Istilahnya kalau mimpi sampai lantai 10 kalau tidak terjangkau dan jatuh akan sangat sakit sekali."
Dulu saya juga berpikir demikian, tapi kalau tidak pernah punya tujuan besar rasanya lebih menyedihkan karena tidak tahu harus mengejar apa dalam hidup ini.
Pikiran saya kalau tidak bisa sampai lantai 10, dan jatuh setidaknya nanti ada di lantai 9 atau 8. Daripada saya bermimpi di lantai 2 dan jatuh di lantai 1, kenapa tidak sekalian tinggi mimpinya.
Kemudian kembali saya berpikir, mengapa harus membayangkan akan jatuh dulu, mengapa harus membayangkan akan tidak tercapai? Mengapa tidak berpikir, kalau nanti tercapai apa tindakan selanjutnya?
Jadi fokus utama pemikiran kita akan mempengaruhi keputusan kita untuk menentukan tujuan. Jika fokusnya negatif maka kecenderungan tujuannya akan tidak besar, begitu pula sebaliknya jika fokus Anda positif maka tujuan yang akan Anda buat akan lebih tinggi.
Jangan pernah mau membatasi diri Anda oleh siapa pun, dan dalam kondisi apa pun. Buang semua fokus negatif, hambatan yang ada dalam pikiran, karena ini yang akan membuat Anda menghentikan atau mematikan tujuan besar dalam hidup Anda. Lakukan suatu yang luar biasa untuk hidup Anda.
If You Can Aim High, Why You Should Aim Low?
Salam Sukses!
Muk Kuang
Kalimat ini sangat populer di telinga saya sejak masih SD. Dari dulu sebenarnya anak-anak sudah diajarkan secara tidak langsung untuk bermimpi besar, bercita-cita yang tinggi.
Tapi seiring berjalan waktu, dan semakin dewasa seseorang justru yang terjadi malah sebaliknya. Banyak orang justru tidak berani lagi bercita-cita setinggi langit saat ini, apalagi melihat situasi dan kondisi yang ada di lingkungannya, melihat keterbatasan dirinya, dan kekurangan lainnya yang dianggap sudah sangat tidak memungkinkan lagi untuk mempunyai tujuan yang besar.
Mengapa Anda menjadi khawatir menetapkan tujuan yang besar?
Apa yang membuat Anda takut untuk menetapkan target yang tinggi?
Ada yang mengatakan, "Untuk apa punya tujuan besar, nanti kalau tidak tercapai bisa stres. Istilahnya kalau mimpi sampai lantai 10 kalau tidak terjangkau dan jatuh akan sangat sakit sekali."
Dulu saya juga berpikir demikian, tapi kalau tidak pernah punya tujuan besar rasanya lebih menyedihkan karena tidak tahu harus mengejar apa dalam hidup ini.
Pikiran saya kalau tidak bisa sampai lantai 10, dan jatuh setidaknya nanti ada di lantai 9 atau 8. Daripada saya bermimpi di lantai 2 dan jatuh di lantai 1, kenapa tidak sekalian tinggi mimpinya.
Kemudian kembali saya berpikir, mengapa harus membayangkan akan jatuh dulu, mengapa harus membayangkan akan tidak tercapai? Mengapa tidak berpikir, kalau nanti tercapai apa tindakan selanjutnya?
Jadi fokus utama pemikiran kita akan mempengaruhi keputusan kita untuk menentukan tujuan. Jika fokusnya negatif maka kecenderungan tujuannya akan tidak besar, begitu pula sebaliknya jika fokus Anda positif maka tujuan yang akan Anda buat akan lebih tinggi.
Jangan pernah mau membatasi diri Anda oleh siapa pun, dan dalam kondisi apa pun. Buang semua fokus negatif, hambatan yang ada dalam pikiran, karena ini yang akan membuat Anda menghentikan atau mematikan tujuan besar dalam hidup Anda. Lakukan suatu yang luar biasa untuk hidup Anda.
If You Can Aim High, Why You Should Aim Low?
Salam Sukses!
Muk Kuang
Komentar